Sunday, 6 September 2015
Kupasan Kitab Ziarah ke Alam Barzakh (Al Imam Jalaluddin As-Suyuti)
Jangan Meremehkan Kebaikan, Jangan Menghina & Bersabar Ketika Dihina
Saturday, 5 September 2015
4 Penyakit Hati & Penawarnya
Orang Miskin Cemburui Orang Kaya
Tuesday, 1 September 2015
👆🏼📖 ISTILAH HADITS
Saturday, 29 August 2015
DERITA SESUDAH MATI
Sunday, 23 August 2015
Dajjal dan cerita bohong...
Tuesday, 4 November 2014
Bidadari Syurga
Mengapa Laki-laki Disiapkan Bidadari Sedangkan Wanita Tidak Disiapkan Bidadara?
Pertanyaan:
لماذا وعد الله الرجال في الجنة بالحور العين، ولم يعد النساء بشيء من ذلك؟ جزاكم الله خيرا
Mengapa Allah menjanjikan bidadari kepada laki-laki di surga sedangkan wanita tidak disiapkan sebagaimana laki-laki (bidadara)
Jawaban:
الحكمة في ذلك -والله أعلم- أن الرجال هم القوامون على النساء، وأنهم إذا وعدوا بهذه الأشياء صار هذا أقرب إلى نشاطهم في طلب الآخرة، وحرصهم على طلب الآخرة، وعدم ركونهم إلى الدنيا الركون الذي يحول بينهم وبين المسابقة إلى الخيرات والنساء تابعات للرجال في الأغلب، فإذا رزق الرجل الحور العين في الجنة مع ما وعد الله به النساء المؤمنات من الخير العظيم والدرجات العالية في الجنة فلهن من الأجر ما يجعلهن زوجات للخيرين من الرجال في الجنة والرجل يعطى زيادة من الحور العين وليس في الجنة أذى ولا منافسة ولا ضرر كما يقع للضرات في الدنيا بل كل واحدة مع زوجها ولو معه آلاف النساء ما تتضرر بذلك ولا تندم من ذلك ولا تحزن من ذلك فالكل في خير وفي نعمة وفي راحة في أنس وطمأنينة اً.
Hikmah dari hal tersebut – wallahu a’lam- karena laki-laki adalah pemimpin bagi wanita. Jika laki-laki dijanjikan semisal ini maka mereka akan lebih semangat dan berupaya dalam mencari akhirat dan tidak adanya kecondongan terhadap dunia karena bisa menghalangi mereka dengan berlomba-lomba menuju kebaikan.
Wanita umumnya mengikuti laki-laki. Jika laki-laki (dijanjikan) diberikan bidadari di surga, bersamaan dengan itu, Allah juga menjanjikan bagi wanita yang beriman kebaikan yang besar dan kedudukan yang tinggi di surga (yaitu mereka jauh lebih cantik dari bidadari, sehingga terkadang bidadari tidak ditoleh oleh suaminya sedikitpun, pent). Bagi mereka pahala yang menjadikan mereka istri bagi suami mereka yang baik di surga (wanita di dunia akan mendapatkan suaminya di surga, menjadi suami-istri abadi, pent).
Di surga tidak ada gangguan, perselisihan dan bahaya sebagaimana yang terjadi pada para madu (istri-istri) di dunia. Bahkan mereka bersatu (hatinya) bersama suami mereka. Walaupun bersama suaminya 1000 wanita, maka tidak membahayakan, tidak membuat menyesal dan bersedih. Semuanya berada dalam kebaikan, kenikmataan, kenyamanan dan ketenangan.[1]
Catatan:
-salah satu hikmahnya juga karena laki-laki bertugas mendidik wanita para istri mereka. Dan laki-laki akan diminta pertanggungjawaban terhadap istri mereka. Ketika si istri melakukan kemaksiatan, maka suami juga akan ditanya diakhirat, “mengapa engkau biarkan istrimu bermaksiat? Mengapa tidak kau didik?”. Dan umumnya wanita terkadang mengingkari kebaikan suami mereka (sebagaimana dalam hadits) dan bidadari adalah sebagai motivasi serta hiburan bagi para suami dan laki-laki (misalnya semangat berperang dalam jihad).
Oleh karena itu jika si istri membangkang dan sulit dididik, maka para suami memiliki hiburan berupa bidadari. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا ؛ إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ : لاَ تُؤْذِيْهِ قَاتَلَكِ اللهُ ؛ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيْلٌ يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
“Tidaklah seorang wanita menyakiti suaminya di dunia kecuali istrinya di akhirat dari bidadari akan berkata, “Janganlah engkau mengganggunya, semoga Allah membinasakanmu. Sesungguhnya ia hanyalah tamu (sebentar) di sisimu, sebentar lagi ia akan meninggalkanmu menuju kami” [2]
-wanita juga mendapatkan kenikmatan laki-laki yang ganteng, tubuhnya atletis dan penampilan yang sangat menarik. Yaitu suami mereka di dunia (jika suaminya masuk surga). Para suami mereka akan diubah penampilannya menjadi sangat sempurna. Penduduk surga akan menyerupai bentuk bapak mereka nabi Adam ‘alahissalam . Dan Nabi Adam adalah manusia yang paling sempurna, paling ganteng dan paling sempurna penampilannya karena langsung diciptakan oleh tangan Allah Azza wa Jalla.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَكُلُّ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُوْرَةِ آدَمَ
“Semua yang masuk surga seperti bentuknya Nabi Adam“[3]
Dalam riwayat yang lain,
إِنَّ أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ عَلَى صُوْرَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ عَلَى أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرِّيٍّ فِي السَّمَاءِ إِضَاءَةً لاَ يَبُوْلُوْنَ وَلاَ يَتَغَوَّطُوْنَ وَلاَ يَتْفُلُوْنَ وَلاَ يَمْتَخِطُوْنَ … وَأَزْوَاجُهُمْ الْحُوْرُ الْعِيْنُ عَلَى خُلُقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ عَلَى صُوْرَةِ أَبِيْهِمْ آدَمَ سِتُّوْنَ ذِرَاعًا فِي السَّمَاءِ
“Sesungguhnya rombangan pertama yang masuk surga seperti rembulan yang bersinar di malam purnama, kemudian rombongan berikutnya seperti bintang yang paling terang di langit, mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, tidak membuang ludah, tidak beringus….istri-istri mereka adalah para bidadari, mereka semua dalam satu perangai, rupa mereka semua seperti rupa ayah mereka Nabi Adam, yang tingginya 60 hasta menjulang ke langit“[4]
Sebagaimana laki-laki, wanita juga ingin mendapatkan pasangan yang paras dan penampilannya indah. Maka para wanita surga juga akan mendapatkan apa yang mereka inginkan di surga. Sebagaimana firman Allah,
لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ ذَلِكَ جَزَاءُ الْمُحْسِنِينَ
“Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah Balasan orang-orang yang berbuat baik” (Az-Zumar : 34)
لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ
“Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya” (Qaaf : 35)
-jika ada yang bertanya: “Nanti kalau berubah wajahnya, istrinya tidak kenal”?
Jawabannya: Allah Maha Mampu, logikanya jika kita punya kenalan anak kecil (misalnya adik sepupu), parasnya kurang bagus, setelah bertahun-tahun tidak bertemu, kemudian kita bertemu sekarang dengan keadaan wajahnya yang ganteng. Tentu kita masih ingat si anak kecil tersebut sekarang sudah menjadi pemuda yang gagah.
-jika ada yang bertanya: “Bagaimana jika wanita yang tidak punya suami di dunia, atau tidak sempat menikah atau suaminya masuk neraka”?
Jawaban: mereka akan dipasangkan dengan laki-laki disurga (misalnya laki-laki yang belum sempat menikah di dunia, jika mereka ridha). Karena tidak ada yang membujang di surga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَمَا فِي الْجَنَّةِ أَعْزَبُl
“Tidak ada seorang yang membujang pun di surga”[5]
-tidak ada rasa cemburu dan sakit hati serta perselisihan bagi para istri (laki-laki yang memiliki lebih dari satu istri, maka di surga ia juga dipasangkan dengan istri-istrinya).
Allah Ta’ala berfirman,
وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ
“Dan Kami lenyapkan/hilangkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (Al-Hijr : 47)
-semua wanita dunia yang masuk surga lebih tinggi kedudukannya daripada bidadari, mereka lebih cantik. Bahkan jika amal mereka baik, maka kecantikan mereka mengalahkan bidadari. Bisa jadi para bidadari yang sedemikian cantiknya dalam gambaran Al-Quran dan Sunnah, mereka hanya sebutir pasir di pantai, para bidadari tidak lagi ditoleh sedikitpun oleh suami wanita terebut disurga. Oleh karena itu para wanita bisa membuat cemburu bidadari disurga sesuai dengan amal dan kepatuhan mereka terhadap suami dalam perkara yang baik.
,
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
@perpus FK UGM, 20 Jumadil Awwal 1434 H
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
[1] Fatwa syaikh Bin Baz rahimahullah Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/10391
[2] HR At-Thirmidzi dan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 173
[3] HR Al-Bukhari no 3326
[4] HR Al-Bukhari no. 3327
[5] Lihat As-Shahihah no 1736 dan 2006, syaikh Al-Albani
Sunday, 2 November 2014
HARI ASYURA 10 MUHARRAM ANTARA SUNNAH DAN BID’AH *
SEJARAH DAN KEUTAMAAN PUASA ASYURA
Sesungguhnya hari Asyura (10 Muharram) meski merupakan hari bersejarah dan diagungkan, namun orang tidak boleh berbuat bid'ah di dalamnya. Adapun yang dituntunkan syariat kepada kita pada hari itu hanyalah berpuasa, dengan dijaga agar jangan sampai tasyabbuh dengan orang Yahudi.
أَنَّ عَائِشَةَ رَضِي الهُِ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ رَسُولُ الهِن صَلَّى الهَُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ …
"Orang-orang Quraisy biasa berpuasa pada hari asyura di masa jahiliyyah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melakukannya pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa." [1]
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى الهُم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ مَا هَذَا قَالُوا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى الهُل بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ نَحْنُ نَصُوْمُهُ تَعْظِيْمًا لَهُ
"Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya :"Apa ini?" Mereka menjawab :"Sebuah hari yang baik, ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur. Maka beliau Rasulullah menjawab :"Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu." [2]
Dua hadits ini menunjukkan bahwa suku Quraisy berpuasa pada hari Asyura di masa jahiliyah, dan sebelum hijrahpun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melakukannya. Kemudian sewaktu tiba di Madinah, beliau temukan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu, maka Nabi-pun berpuasa dan mendorong umatnya untuk berpuasa.
Diriwayatkan pada hadits lain.
وَهَذَا يَوْمُ اسْتَوَتْ فِيهِ السَّفِينَةُ عَلَى الْجُودِيِّ فَصَامَهُ نُوحٌ شُكْرًا لِلَّهِ تَعَالَى
“Ia adalah hari mendaratnya kapal Nuh di atas gunung “Judi” lalu Nuh berpuasa pada hari itu sebagai wujud rasa syukur”[3]
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِي الهُل عَنْهُ قَالَ كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ يَوْمًا تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَتَتَّخِذُهُ عِيدًا فَقَالَ رَسُولُ الهِ صَلَّى الهُه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوهُ أَنْتُمْ
“Abu Musa berkata : “Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan mereka menjadikannya sebagai hari raya, maka Rasulllah Shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Puasalah kalian pada hari itu” [4]
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa di hari Asyura, maka beliau menjawab : “Puasa itu akan menghapuskan (dosa-dosa kecil) pada tahun lepas” [5]
CARA BERPUASA DI HARI ASYURA
1. Berpuasa selama 3 hari tanggal 9, 10, dan 11 Muharram
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan lafadz sebagaimana telah disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam al-Huda dan al-Majd Ibnu Taimiyyah dalam al-Muntaqa 2/2:
خَالِفُوا الْيَهُودَ وَصُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ وَ يَوْمًا بَعْدَهُ
"Selisihilah orang Yahudi dan berpuasalah sehari sebelum dan setelahnya."
Dan pada riwayat ath-Thahawi menurut penuturan pengarang Al-Urf asy-Syadzi:
صُومُوهُ وَصُومُوا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا وَ لاَ تُشَبِّهُوَا بِالْيَهُوْدِ
"Puasalah pada hari Asyura dan berpuasalah sehari sebelum dan setelahnya dan janganlah kalian menyerupai orang Yahudi."
Namun di dalam sanadnya ada rawi yang diperbincangkan. Ibnul Qayyim berkata (dalam Zaadud Ma'al 2/76):"Ini adalah derajat yang paling sempurna." Syaikh Abdul Haq ad-Dahlawi mengatakan:"Inilah yang Utama."
Ibnu Hajar di dalam Fathul Baari 4/246 juga mengisyaratkan keutamaan cara ini. Dan termasuk yang memilih pendapat puasa tiga hari tersebut (9, 10 dan 11 Muharram) adalah Asy-Syaukani (Nailul Authar 4/245) dan Syaikh Muhamad Yusuf Al-Banury dalam Ma’arifus Sunan 5/434
Namun mayoritas ulama yang memilih cara seperti ini adalah dimaksudkan untuk lebih hati-hati. Ibnul Qudamah di dalam Al-Mughni 3/174 menukil pendapat Imam Ahmad yang memilih cara seperti ini (selama tiga hari) pada saat timbul kerancuan dalam menentukan awal bulan.
2. Berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram
Mayoritas hadits menunjukkan cara ini:
صَامَ رَسُولُ الهِع صَلَّى الهُت عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ الهِس إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ الهَِ صَلَّى الهُم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ الهَِ صَلَّى الهَُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan berpuasa. Para shahabat berkata:"Ya Rasulullah, sesungguhnya hari itu diagungkan oleh Yahudi." Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Di tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada tanggal 9.", tetapi sebelum datang tahun depan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat."[6]
Dalam riwayat lain :
لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لأَصُومَنَّ التَّاسِعَ
"Jika aku masih hidup pada tahun depan, sungguh aku akan melaksanakan puasa pada hari kesembilan."[7].
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata (Fathul Baari 4/245) :"Keinginan beliau untuk berpuasa pada tanggal sembilan mengandung kemungkinan bahwa beliau tidak hanya berpuasa pada tanggal sembilan saja, namun juga ditambahkan pada hari kesepuluh. Kemungkinan dimaksudkan untuk berhati-hati dan mungkin juga untuk menyelisihi kaum Yahudi dan Nashara, kemungkinan kedua inilah yang lebih kuat, yang itu ditunjukkan sebagian riwayat Muslim”
عَنْ عَطَاء أَنَّهُ سَمِعَ ابْنِ عَبَاسٍ يَقُوْلُ: وَخَالِفُوا الْيَهُودَ صُومُوا التَّاسِعَ وَ الْعَاشِرَ
"Dari 'Atha', dia mendengar Ibnu Abbas berkata:"Selisihilan Yahudi, berpuasalah pada tanggal 9 dan 10”.
3. Berpuasa Dua Hari yaitu tanggal 9 dan 10 atau 10 dan 11 Muharram
صُومُوا يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَخَالِفُوا الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا
"Berpuasalah pada hari Asyura dan selisihilah orang Yahudi, puasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya”
Hadits marfu' ini tidak shahih karena ada 3 illat (cacat):
-. Ibnu Abi Laila, lemah karena hafalannya buruk.
-. Dawud bin Ali bin Abdullah bin Abbas, bukan hujjah
-. Perawi sanad hadits tersebut secara mauquf lebih tsiqah dan lebih hafal daripada perawi jalan/sanad marfu'
Jadi hadits di atas Shahih secara mauquf sebagaimana dalam as-Sunan al-Ma'tsurah karya As-Syafi'i no 338 dan Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Tahdzibul Atsar 1/218.
Ibnu Rajab berkata (Lathaiful Ma'arif hal 49):"Dalam sebagian riwayat disebutkan atau sesudahnya maka kata atau di sini mungkin karena keraguan dari perawi atau memang menunjukkan kebolehan…."
Al-Hafidz berkata (Fathul Baari 4/245-246):"Dan ini adalahl akhir perkara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dahulu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam suka menyocoki ahli kitab dalam hal yang tidak ada perintah, lebih-lebih bila hal itu menyelisihi orang-orang musyrik. Maka setelah Fathu Makkah dan Islam menjadi termahsyur, beliau suka menyelisihi ahli kitab sebagaimana dalam hadits shahih. Maka ini (masalah puasa Asyura) termasuk dalam hal itu. Maka pertama kali beliau menyocoki ahli kitab dan berkata :"Kami lebih berhak atas Musa daripada kalian (Yahudi).", kemudian beliau menyukai menyelisihi ahli kitab, maka beliau menambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk menyelisihi ahli kitab."
Ar-Rafi'i berkata (at-Talhish al-Habir 2/213) :"Berdasarkan ini, seandainya tidak berpuasa pada tanggal 9 maka dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal 11"
4. Berpuasa pada 10 Muharram saja
Al-Hafidz berkata (Fathul Baari 4/246) :"Puasa Asyura mempunyai 3 tingkatan, yang terendah berpuasa sehari saja, tingkatan diatasnya ditambah puasa pada tanggal 9, dan tingkatan diatasnya ditambah puasa pada tanggal 9 dan 11. Wallahu a'lam."
BID’AH-BID’AH DI HARI ASYURA
1. Shalat dan dzikir-dzikir khusus, sholat ini disebut dengan sholat Asyura
2. Mandi, bercelak, memakai minyak rambut, mewarnai kuku, dan menyemir rambut.
3. Membuat makanan khusus yang tidak seperti biasanya.
4. Membakar kemenyan.
5. Bersusah-susah dalam kehausan dan menampakkan kesusahannya itu.
6. Doa awal dan akhir tahun yang dibaca pada malam akhir tahun dan awal tahun (Sebagaimana termaktub dalam Majmu' Syarif)
7. Menentukan berinfaq dan memberi makan orang-orang miskin
8. Memberi uang belanja lebih kepada keluarga.
9. As-Subki berkata (ad-Din al-Khalish 8/417):"Adapun pernyataan sebagian orang yang menganjurkan setelah mandi hari ini (10 Muharram) untuk ziarah kepada orang alim, menengok orang sakit, mengusap kepala anak yatim, memotong kuku, membaca al-Fatihah seribu kali dan bersilaturahmi maka tidak ada dalil yg menunjukkan keutamaan amal-amal itu jika dikerjakan pada hari Asyura. Yang benar amalan-amalan ini diperintahkan oleh syariat di setiap saat, adapun mengkhususkan di hari ini (10 Muharram) maka hukumnya adalah bid'ah."
Ibnu Rajab berkata (Latha’iful Ma’arif hal. 53) : “Hadits anjuran memberikan uang belanja lebih dari hari-hari biasa, diriwayatkan dari banyak jalan namun tidak ada satupun yang shahih. Di antara ulama yang mengatakan demikian adalah Muhammad bin Abdullah bin Al-Hakam Al-Uqaili berkata :”(Hadits itu tidak dikenal)”. Adapun mengadakan ma’tam (kumpulan orang dalam kesusahan, semacam haul) sebagaimana dilakukan oleh Rafidhah dalam rangka mengenang kematian Husain bin Ali Radhiyallahu ‘anhu maka itu adalah perbuatan orang-orang yang tersesat di dunia sedangkan ia menyangka telah berbuat kebaikan. Allah dan RasulNya tidak pernah memerintahkan mengadakan ma’tam pada hari lahir atau wafat para nabi maka bagaimanakah dengan manusia/orang selain mereka”
Pada saat menerangkan kaidah-kaidah untuk mengenal hadits palsu, Al-Hafidz Ibnu Qayyim (al-Manar al-Munif hal. 113 secara ringkas) berkata : “Hadits-hadits tentang bercelak pada hari Asyura, berhias, bersenang-senang, berpesta dan sholat di hari ini dan fadhilah-fadhilah lain tidak ada satupun yang shahih, tidak satupun keterangan yang kuat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selain hadits puasa. Adapun selainnya adalah bathil seperti.
مَنْ وَ سَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ
“Barangsiapa memberi kelonggaran pada keluarganya pada hari Asyura, niscaya Allah akan memberikan kelonggaran kepadanya sepanjang tahun”.
Imam Ahmad berkata : “Hadits ini tidak sah/bathil”. Adapun hadits-hadits bercelak, memakai minyak rambut dan memakai wangi-wangian, itu dibuat-buat oleh tukang dusta. Kemudian golongan lain membalas dengan menjadikan hari Asyura sebagai hari kesedihan dan kesusahan. Dua goloangan ini adalah ahli bid’ah yang menyimpang dari As-Sunnah. Sedangkan Ahlus Sunnah melaksanakan puasa pada hari itu yang diperintahkan oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi bid’ah-bid’ah yang diperintahkan oleh syaithan”.
Adapun shalat Asyura maka haditsnya bathil. As-Suyuthi dalam Al-Lali 2/29 berkata : “Maudhu’ (hadits palsu)”. Ucapan beliau ini diambil Asy-Syaukani dalam Al-Fawaid Al-Majmu’ah hal.47. Hal senada juga diucapkan oleh Al-Iraqi dalam Tanzihus Syari’ah 2/89 dan Ibnul Jauzi dalam Al-Maudlu’ah 2/122
Ibnu Rajab berkata (Latha’ful Ma’arif) : “Setiap riwayat yang menerangkan keutamaan bercelak, pacar, kutek dan mandi pada hari Asyura adalah maudlu (palsu) tidak sah. Contohnya hadits yang dikatakan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu secara marfu.
غْتَسَلَ وَ تَطَهَّرَ فِي يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ لَمْ يَمْرَضْ فِي سَنَتِهِ إِلاَّ مَرَضَ الْمَوْتِ
“Barangsiapa mandi dan bersuci pada hari Asyura maka tidak akan sakit di tahun itu kecuali sakit yang menyebabkan kematian”.
Hadits ini adalah buatan para pembunuh Husain.
Adapun hadits,
ِمَنِ اكْتَحَلَ بِالإِثْمِدِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ لَمْ تَرْمِدْ عَيْنُهُ أَبَدًا
“Barangsiapa bercelak dengan batu ismid di hari Asyura maka matanya tidak akan pernah sakit selamanya”
Maka ulama seperti Ibnu Rajab, Az-Zakarsyi dan As-Sakhawi menilainya sebagai hadits maudlu (palsu).
Hadits ini diriwayatkan Ibnul Jauzi dalam Maudlu’at 2/204. Baihaqi dalam Syu’abul Iman 7/379 dan Fadhail Auqat 246 dan Al-Hakim sebagaimana dinukil As-Suyuthi dalam Al-Lali 2/111. Al-Hakim berkata : “Bercelak di hari Asyura tidak ada satu pun atsar/hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hal ini adalah bid’ah yang dibuat oleh para pembunuh Husain Radhiyallahu ‘anhu.
Demikianlah sedikit pembahasan tentang hari Asyura. Semoga kita bisa meninggalkan bid’ah-bid’ahnya. Amin
Oleh
Ustadz Aris Munandar bin S.Ahmadi
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun V/1421H/2001M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[*]. Diolah oleh Aris Munandar bin S Ahmadi, dari kitab Rad’ul Anam Min Muhdatsati Asyiril Muharram Al-Haram, karya Abu Thayib Muhammad Athaullah Hanif, tahqiq Abu Saif Ahmad Abu Ali
[1]. Hadits Shahih Riwayat Bukhari 3/454, 4/102-244, 7/147, 8/177,178, Ahmad 6/29, 30, 50, 162, Muslim 2/792, Tirmidzi 753, Abu Daud 2442, Ibnu Majah 1733, Nasa’i dalam Al-Kubra 2/319,320, Al-Humaidi 200, Al-Baihaqi 4/288, Abdurrazaq 4/289, Ad-Darimy 1770, Ath-Thohawi 2/74 dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya 5/253
[2]. Hadits Shahih Riwayat Bukhari 4/244, 6/429, 7/274, Muslim 2/795, Abu Daud 2444, Nasa’i dalam Al-Kubra 2/318, 319, Ahmad 1/291, 310, Abdurrazaq 4/288, Ibnu Majah 1734, Baihaqi 4/286, Al-Humaidi 515, Ath-Thoyalisi 928
[3]. Hadits Riwayat Ahmad 2/359-360 dengan jalan dari Abdusshomad bin Habib Al-Azdi dari bapaknya dari Syumail dari Abu Hurairah, Abdusshomad dan bapaknya keduanya Dha’if.
[4]. Hadits Shahih Riwayat Bukahri 4/244, 7/274, Muslim 2/796, Nasa’i dalam Al-Kubra 2/322 dan Al-Baihaqi 4/289
[5]. Hadits Shahih Riwayat Muslim 2/818-819, Abu Daud 2425, Ahmad 5/297, 308, 311, Baihaqi 4.286, 300 Abdurrazaq 4/284, 285
[6]. Hadits Shahih Riwayat Muslim 2/796, Abu Daud 2445, Thabary dalam Tahdzibul Atsar 1/24, Baihaqi dalam Al-Kubra 4/287 dan As-Shugra 2/119 serta Syu’abul Iman 3506 dan Thabrabi dalam Al-Kabir 10/391
[7]. Hadits Shahih Muslim 2/798, Ibnu Majah 736, Ahmad 1/224, 236, 345, Baihaqi 4/287, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanafnya 3/58, Thabrani dalam Al-Kabir 10/401, Thahawi 2/77 dan lain-lain
[8]. Abdurrazaq 4/287, Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar 2/78, Baihaqi dalam Sunan Kubra 4/287 dan dalam Syu’abul Iman 3509 dari jalan Ibnu Juraij, Atha telah mengabariku …. Sanadnya shahih. Ada juga muttabi dalam riwayat Qasim Al-Bhagawi dalam Al-Hadits Ali Ibnil Ja’di 2/886 dengan sanad shahih
[9]. Hadits Dhaif, riwayat Ahmad 1/241, Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya 2095, Thahawi 2/78, Bazar 1052 dalam Kasyfil Atsar, Baihaqi 4/278, Thobary dalam Tahdzibul Atsar 1/215, Ibnu Adi dalam Al-Kamil 3/88
Friday, 31 October 2014
BAB SOLAT MENGANGKAT TANGAN DALAM SHALAT
TEMPAT-TEMPAT MENGANGKAT TANGAN DALAM SHALAT
Pertanyaan.
Apakah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada setiap perpindahan dari satu raka'at ke raka'at berikutnya selalu takbir dengan mengangkat tangan pada saat raka'at ke 2 ke raka'at 3 saja? Dan bagaimana pula bila makmum masbuk untuk menyempurnakan shalat, apakah juga harus mengangkat tangan?
Jawaban.
Yang biasa dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah mengangkat tangan saat shalat, yaitu pada waktu takbiratul ihram, pada waktu akan ruku` dan bangkit dari ruku`, dan pada waktu berdiri dari raka'at ke dua. 'Abdullah bin 'Umar Radhiyallahu anhu berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلَاةَ وَإِذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا كَذَلِكَ أَيْضًا وَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ وَكَانَ لَا يَفْعَلُ ذَلِكَ فِي السُّجُودِ
Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengangkat kedua tangannya dalam shalat sejajar dengan kedua pundaknya apabila memulai shalat, setelah bertakbir untuk ruku`, dan apabila mengangkat kepalanya dari ruku' beliau juga mengangkat kedua tangannya .... [1]
Adapun riwayat yang menjelaskan mengangkat tangan setelah bangkit dari tasyahhud awal, ialah sebagai berikut:
عَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ إِذَا دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ كَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ وَإِذَا رَكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَفَعَ يَدَيْهِ وَإِذَا قَامَ مِنْ الرَّكْعَتَيْنِ رَفَعَ يَدَيْهِ وَرَفَعَ ذَلِكَ ابْنُ عُمَرَ إِلَى نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Nâfi', bahwasanya Ibnu 'Umar jika memulai shalat biasa bertakbir dan mengangkat kedua tangannya. Jika ruku', dia mengangkat kedua tangannya, dan jika mengatakan sami'allâhu liman hamidah, ia mengangkat kedua tangannya. Dan jika bangkit dari raka'at kedua, ia mengangkat kedua tangannya. Ibnu 'Umar menyatakan itu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[2]
Namun juga disunahkan kadang-kadang mengangkat kedua tangan pada waktu setelah takbir bangkit dari raka'at ketiga menuju keempat. Syaikh al-Albâni rahimahullah berkata:
وَكاَنَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ مَعَ هَذَا التَّكْبِيْرِ أَحْيَانًا
(Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir ini).[3]
Sebagian ulama ada yang berpendapat, bahwa mengangkat tangan dalam shalat dilakukan pada setiap turun dan bangkit. Imam Ibnul-Qayyim mengatakan di dalam al-Badâi', juz 4, hlm. 89: "Al-Atsram menukilkan dari Imam Ahmad yang ditanya tentang mengangkat kedua tangan, beliau menjawab: 'Pada setiap turun dan bangkit'."
Al-Atsram mengatakan: "Aku melihat Abu 'Abdullah (Imam Ahmad) mengangkat kedua tangannya dalam shalat pada setiap turun dan bangkit". Hal ini juga merupakan pendapat Ibnul-Mundzir dan Abu 'Ali dari Syafi'iyyah, dan juga satu pendapat dari Imam Malik dan Imam asy-Syafi'i, sebagaimana disebutkan dalam kitab Tharhut-Tatsrîb.
Mengangkat tangan ke raka'at ke empat ini juga shahîh dari Anas, Ibnu 'Umar, Nâfi', Thawus, al-Hasan al-Bashri, Ibnu Sîrîn, dan Ayyub as-Sikh-tiyâni, sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Mushannaf, karya Ibnu Abi Syaibah, juz 1, hlm. 106, dengan sanad-sanad yang shahîh dari mereka.[4]
________
[1]. HR al-Bukhâri, no. 735. Muslim, no. 390.
[2]. HR al-Bukhâri, no. 739.
[3]. HR al-Bukhâri dan Abu Dawud. Lihat Shifat Shalat Nabi, Syaikh al-Albâni, Cet. I, Penerbit Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, hlm. 177.
[4]. Dinukil dari Shifat Shalat Nabi, hlm. 151, Catatan kaki, no. 3.
Tuesday, 28 October 2014
KEMATIAN TERINDAH DALAM SEJARAH MANUSIA.
KEMATIAN TERINDAH DALAM SEJARAH MANUSIA.
ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﻭ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ
ﻭﺻﺤﺎﺑﺘﻪ ﻭ ﻣﻦ ﺍﻫﺘﺪﻯ ﺑﻬـﺪﺍﻩ , ﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, sehingga Dia-lah yang patut diibadahi. Shalawat
dan salam kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, keluarga, para sahabat Radliallahu Anhum dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hinga akhir zaman. Sebuah kisah yang menceritakan detik-detik terakhir wafatnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Wafatnya Nabi kita tercinta Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Sebuah kisah yang sangat mengagumkan dan menggetarkan dada orang-orang yg beriman. Maka simaklah detik-detik yg mengharukan berikut ini.
Sebelum beliau wafat, beliau melakukan haji terakhir yang disebut sebagai haji wada’ (haji
perpisahan). Saat beliau melakukan ibadah tersebut turunlah firman Allah, ”Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Ku-cukupkan nitmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. ” (QS.al-Maidah 5:3)
Maka menangislah Abu Bakar as shiddiq - Radhiallahu anhu-. Bersabdalah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam kepadanya:
“Apa yg membuatmu menangis dalam ayat tersebut?”
Abu Bakar -radhiallahu anhu- menjawab: ”Ini adalah berita kematian Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam.” Kembalilah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dari haji wada’ dan kurang dari tujuh hari wafat beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, turunlah ayat al-Qur’an paling akhir, “ Dan peliharalah dirimu dari (azab yg terjadi pada) hari yg pada waktu itu
kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yg sempurna terhadap apa yang telah
dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). ” (QS.al-Baqarah 2:281).
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mulai menampakkan sakit beliau. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berkata: ”Aku ingin mengunjungi syuhada ‘Uhud”, maka beliaupun berangkat pagi menuju syuhada ‘Uhud di awal-awal bulan Shafar tahun 11 H. Lalu berdiri diatas makam para syuhada dan berkata: ”Assalamu’alaikum wahai
syuhada ‘Uhud, kalian adalah orang-orang yang mendahului kami dan kami insya Allah akan menyusul kalian, dan sesungguhnya aku,
insyaAllah akan menyusul kalian.”
Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pulang sambil menangis. Maka para sahabat
bertanya kepada Rasululah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: “Apa yang membuat anda menangis
wahai Rasulullah ?” Beliau bersabda: ”ku merindukan saudara saudaraku seiman.” Mereka berkata: ”Bukahkah kami adalah saudaramu
seiman wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: ”Bukan, kalian adalah sahabat-sahabatku, adapun saudara-saudaraku seiman adalah suatu kaum yg datang setelahku, mereka beriman kepadaku sedang mereka belum pernah melihatku.”
Saya berdoa kepada Allah Subhanahu Wata'ala mudah-mudahan kita semua termasuk mereka yang dirindukan oleh
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Pada hari senin 29 Shafar beliau menghadiri jenazah di Baqi’. Ketika pulang beliau merasakan
pusing di kepala dan panas badannya meninggi. Maka beliaupun mulai sakit dan terus bertambah
sakit. Selama sakitnya itu beliau tetap memimpin shalat selama 11 hari dari 13 atau 14 hari masa
sakit beliau. Sejak kamis malam, 4 hari sebelum wafat beliau, pada waktu shalat Isya’, beliau meminta agar Abu Bakar-Radliallahu Anhu-
menggantikannya dalam memimpin shalat. Tiga hari sebelum beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam wafat, sakit beliau mulai mengeras.
Beliau saat itu berada dirumah Sayyidah Maimunah -Radliallahu Anha-. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: ”Kumpulkanlah istri-istriku.” Maka berkumpullah istri-istri beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda kepada mereka: ”Apakah kalian mengizinkan aku untuk tinggal di rumah ‘Aisyah?” Maka mereka menjawab: ”Kami mengizinkan anda wahai
Rasulullah.” Kemudian beliau berkeinginan untuk berdiri, akan tetapi beliau tidak mampu. Datanglah ‘Ali ibn Abi Thalib, dan
al-Fadl ibn al-‘Abbas-Radliallahu Anhum-. Maka merekapun
membopong Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, lalu mereka memindahkan beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dari kamar
Maimunah ra menuju kamar ‘Aisyah -Radliallahu Anha-. Adapun para sahabat ra, baru pertama kali ini mereka melihat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dibopong di atas dua tangan. maka berkumpullah para sahabat -Radliallahu Anhum- dan mereka berkata: ”Apa yang terjadi pada Rasulullah, apa yang terjadi pada Rasulullah?” Mulailah manusia berkumpul di dalam masjid. Masjidpun mulai penuh dengan para sahabat -Radliallahu Anhum-. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dibawa menuju rumah ‘Aisyah-Radliallahu Anha-.Mulailah Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam mencucurkan keringat, berkeringat dan berkeringat. Berkatalah ‘Aisyah -
Radliallahu Anha-: ”Sungguh belum pernah aku melihat ada seorang manusia yg berkeringat deras seperti ini.” Maka dia mengambil tangan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan dengannya dia mengusap keringat beliau. (Maka
mengapakah dia mengusap keringat dengan tangan beliau dan tidak mengusapnya dengan tangannya sendiri?) ‘Aisyah -Radliallahu Anha-
berkata: ”Sesungguhnya tangan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam lebih lembut dan
lebih mulia daripada tanganku, oleh karena itulah aku mengusap keringat beliau dengan tangan beliau dan tidak dengan tanganku.” (ini adalah sebuah penghormatan terhadap Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam)
‘Aisyah -Radliallahu Anha- berkata: ”Aku mendengar beliau berkata: ” ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ,sesungguhnya kematian itu memiliki sekarat, ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ
sesungguhnya kematian itu memiliki
sekarat.” Mulailah suara-suara didalam masjid meninggi. Bersabdalah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: ”Apa ini?” Berkatalah ‘Aisyah -Radliallahu Anha-: “Sesungguhnya manusia mengkhawatirkan anda wahai Rasulullah.” Beliaupun bersabda: ”Bawalah aku kepada mereka.” Maka beliau berkehendak untuk bangun, akan tetapi tidak mampu, maka para sahabat menyiramkan tujuh qirbah (timba) air kepada beliau hingga beliau bangkit, dan membawa beliau naik ke atas mimbar. Jadilah khutbah tersebut adalah khutbah terakhir beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, menjadi kalimat terakhir Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan doa terakhir Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam. Beliau bersabda: ”Wahai manusia, kalian mengkhawatirkan aku?” Mereka
menjawab: ”Ya, wahai Rasulullah.” Bersabdalah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: ”Sesungguhnya tempat perjanjian kalian dengan
aku bukanlah di dunia, tempat perjanjian kalian denganku adalah di haudh (telaga). Demi Allah, sungguh seakan-akan aku sekarang sedang
melihat kepadanya di depanku ini. Wahai manusia, demi Allah, tidaklah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian, akan tetapi yang aku
khawatirkan adalah dibukanya dunia atas kalian, sehingga kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya, sebagaimana orang-orang sebelum kalian telah berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Maka dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana dia telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.” Kemudian beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: ”Allah Allah, shalat, Allah Allah, shalat.” (maksudnya; Aku bersumpah demi Allah terhadap kalian agar kalian menjaga shalat)
beliau terus mengulang-ulangnya, lantas bersabda: ”Wahai manusia, bertakwalah kalian terhadap kaum wanita, aku wasiatkan kepada
kalian untuk berbuat baik terhadap kaum wanita.” Kemudian beliau bersabda: ”Wahai manusia,
sesungguhnya ada seorang hamba, yang Allah Subhanahu Wata'ala
telah memberikan pilihan kepadanya antara dunia dan antara apa yang
ada di sisi-Nya, maka dia memilih apa yang ada di sisi-Nya.” Tidak ada yang memahami siapakah yang
dimaksud dengan seorang hamba oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tadi, padahal yang
dimaksud oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam adalah diri beliau sendiri. Allah Subhanahu Wata'ala telah memberikan pilihan kepada beliau dan tidak ada seorangpun yang paham selain Abu Bakar -Radliallahu Anhu-. Dan kebiasaan para sahabat -Radliallahu Anhum- saat beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sedang berbicara adalah mereka diam, seakan-akan ada
seekor burung yang bertengger di atas kepala mereka. maka saat Abu Bakar -Radliallahu Anhu-mendengar perkataan Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam, dia tidak mampu menguasai dirinya, dengan serta merta dia menangis dengan
sesenguhkan, dan ditengah masjid dia memotong pembicaraan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam, dia berkata: ”Kami tebus anda dengan bapak-bapak kami wahai Rasulullah, kami tebus
anda dengan ibu-ibu kami wahai Rasulullah, kami tebus anda dengan harta-harta kami wahai Rasulullah.” dia mengulang-ulangnya, sementara
para sahabat -Radliallahu Anhum- melihat kepadanya dengan pandangan heran, bagaimana
dia berani memotong khutbah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda :
”Wahai manusia, tidak ada seorangpun diantara kalian yg memiliki keutamaan di sisi kami
melainkan kami telah membalasnya, kecuali Abu Bakar, aku tidak mampu membalasnya, maka aku tinggalkan balasannya kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Setiap pintu masjid ditutup
kecuali pintu Abu Bakar radhiallahu anhu tidak akan di tutup selamanya.” Kemudian mulailah beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berdo’a untuk mereka dan berkata
pada akhir do’a beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sebelum wafat: ”Mudah-mudahan Allah menetapkan kalian, mudah-mudahan Allah
menjaga kalian, mudah-mudahan Allah menolong kalian, mudah-mudahan Allah meneguhkan kalian, mudah-mudahan Allah menguatkan
kalian, mudah-mudahan Allah menjaga kalian.” Dan kalimat terakhir yang beliau sampaikan
sebelum beliau turun dari atas mimbar sambil menghadapkan wajah beliau kepada ummat dari atas mimbar adalah: ”Wahai manusia
sampaikanlah salamku kepada orang yang mengikutiku diantara ummatku hingga hari kiamat.” Setelah itu beliaupun dibawa kembali ke rumah beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Masuklah Abdurrahman ibn Abu Bakar, dan ditangannya ada sebatang siwak. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam terus melihat kearah siwak tersebut, tetapi tidak mampu berkata aku menginginkan siwak. ‘Aisyah -Radliallahu Anha-
berkata: ”Aku paham dari pandangan kedua mata beliau, bahwa beliau menginginkan siwak
tersebut. Maka aku ambil siwak itu darinya (yakni Abdurrahman ibn Abu Bakar), kemudian aku letakkan dimulutku, agar aku melunakkannya
untuk Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, kemudian aku berikan siwak tersebut kepada beliau. Maka sesuatu yang paling akhir masuk ke
dalam perut Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam adalah air ludahku.” ‘Aisyah -Radliallahu Anha- berkata: ”Termasuk sebuah keutamaan dari
Rabb-ku atasku adalah Dia telah mengumpulkan antara air ludahku dengan air ludah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sebelum beliau
wafat.” Kemudian masuklah putri beliau Fathimah - Radliallahu Anha- pada waktu dhuha di hari Senin 12 Rabi’ul awal 11 H, lalu dia menangis
saat masuk kamar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Dia menangis karena biasanya setiap
kali dia masuk menemui Rasullullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau berdiri dan menciumnya di antara kedua matanya, akan tetapi sekarang beliau tidak mampu berdiri untuknya. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda kepadanya: ”Mendekatlah kemari wahai Fathimah.” Beliaupun membisikkan sesuatu di telinganya, maka dia pun menangis. Kemudian
beliau bersabda lagi untuk kedua kalinya: ”Mendekatlah kemari wahai Fathimah.” Beliaupun membisikkan sesuatu sekali lagi, maka diapun
tertawa. Maka setelah kematian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, mereka bertanya kepada Fathimah -Radliallahu Anha-: “Apa yg telah dibisikkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam kepadamu sehingga engkau menangis, dan apa pula yang beliau bisikkan hingga engkau tertawa?” Fathimah berkata: ”Pertama kalinya
beliau berkata kepadaku:” Wahai Fathimah, aku akan meninggal malam ini.” Maka akupun menangis. Maka saat beliau mendapati tangisanku beliau kembali berkata kepadaku:
”Engkau wahai Fathimah, adalah keluargaku yg pertama kali akan bertemu denganku.” Maka akupun tertawa. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memanggil Hasan dan Husain, beliau mencium keduanya
dan berwasiat kebaikan kepada keduanya. Lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memanggil semua istrinya, menasehati dan mengingatkan mereka. Beliau berwasiat kepada seluruh manusia yang hadir agar menjaga shalat. Beliau mengulang-ulang wasiat itu.
Lalu rasa sakitpun terasa semakin berat, maka beliau bersabda: ”Keluarkanlah siapa saja dari
rumahku.” Beliau bersabda: ”Mendekatlah kepadaku wahai ‘Aisyah!” Beliaupun tidur di dada
istri beliau ‘Aisyah -Radliallahu Anha-. ‘Aisyah ra berkata: ”Beliau mengangkat tangan beliau seraya
bersabda: ”Bahkan Ar-Rafiqul A’la bahkan Ar-Rafiqul A’la.” Maka diketahuilah bahwa disela-sela ucapan beliau, beliau disuruh memilih diantara kehidupan dunia atau Ar-Rafiqul A’la. Masuklah malaikat Jibril ‘Alaihi wa Sallam
menemui Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam seraya berkata: ”Malaikat maut ada di pintu, meminta izin untuk menemuimu, dan dia tidak pernah meminta izin kepada seorangpun sebelummu.” Maka beliau berkata kepadanya: ”Izinkan
untuknya wahai Jibril.” Masuklah malaikat Maut seraya berkata: ”Assalamu’alaika wahai Rasulullah. Allah telah mengutusku untuk
memberikan pilihan kepadamu antara tetap tinggal di dunia atau bertemu dengan Allah di Akhirat.” Maka Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: ”Bahkan aku memilih Ar-Rafiqul A’la (Teman yg tertinggi), bahkan aku memilih Ar-
Rafiqul A’la, bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu : para
nabi, para shiddiqiin, orang-orang yg mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah rafiq
(teman) yg sebaik-baiknya.”
‘Aisyah -Radliallahu Anha menuturkan bahwa sebelum Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam wafat, ketika beliau bersandar pada dadanya,
dan dia mendengarkan beliau secara seksama, beliau berdo’a:
“Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku dan susulkan aku pada ar-rafiq al-a’la. Ya Allah (aku minta) ar-rafiq al-a’la, Ya Allah (aku minta) ar-
rafiq al-a’la.” Berdirilah malaikat Maut disisi kepala Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam-sebagaimana dia berdiri di sisi kepala salah seorang diantara kita- dan berkata: ”Wahai roh yg bagus, roh Muhammad ibn Abdillah, keluarlah menuju keridhaan Allah, dan menuju Rabb yg ridha dan tidak murka.” Sayyidah ‘Aisyah -Radliallahu Anha- berkata: ”Maka jatuhlah tangan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dan kepala beliau menjadi berat di atas dadaku, dan sungguh aku telah tahu bahwa
beliau telah wafat.” Dia -Radliallahu Anha-berkata: ”Aku tidak tahu apa yg harus aku lakukan, tidak ada yg kuperbuat selain keluar dari kamarku menuju masjid, yang disana ada para sahabat, dan kukatakan: ”Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah
wafat.” Maka mengalirlah tangisan di dalam masjid. Ali bin Abi Thalib -Radliallahu Anhu- terduduk
karena beratnya kabar tersebut, ‘Ustman bin Affan -Radliallahu Anhu- seperti anak kecil
menggerakkan tangannya ke kanan dan kekiri. Adapun Umar bin al-Khaththab -Radliallahu Anhu- berkata: ”Jika ada seseorang yang
mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah meninggal, akan kupotong kepalanya dengan pedangku, beliau hanya pergi untuk menemui Rabb-Nya sebagaimana Musa ‘Alaihi Salam pergi untuk menemui Rabb-Nya.”
Adapun orang yg paling tegar adalah Abu Bakar -Radliallahu Anhu-, dia masuk kepada Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, memeluk beliau dan berkata:” Wahai sahabatku, wahai kekasihku,
wahai bapakku.” Kemudian dia mencium Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan berkata : ”Anda
mulia dalam hidup dan dalam keadaan mati.” Keluarlah Abu Bakar -Radliallahu Anhu- menemui
manusia dan berkata: ”Barangsiapa menyembah Muhammad, maka Muhammad sekarang telah
wafat, dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah kekal, hidup, dan tidak akan mati. ”Maka akupun keluar dan menangis, aku mencari tempat untuk menyendiri dan aku
menangis sendiri.”
ﺍﻧّﺎ ﻟﻠﮧ ﻭ ﺍﻧّﺎ ﺍﻟﯿﻪ ﺭﺍﺟﻌﻮﻥ ,
telah berpulang ke rahmat Allah orang yang paling mulia, orang yang paling kita cintai pada waktu dhuha ketika memanas di hari Senin 12 Rabiul Awal 11 H tepat pada usia 63
tahun lebih 4 hari. Semoga shalawat dan salam selalu tercurah untuk Nabi kita tercinta Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Ya Allah, berikanlah rizqi kepada kami, syafaat kekasih kami Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan
satu teguk air yg menyegarkan dari haudh (telaga) beliau dgn tangan beliau yg mulia.
(Dikutip dari majalah Qiblati edisi 07 tahun II)
Wednesday, 22 October 2014
Haiwan bernama Anjing
Allah سبحانه وتعالى telah menciptakan semua makhluk.
(وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ ۚ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ) surah al-an'am ayat 38
"Dan tiadalah binatang binatang yang ada di bumi dan burung burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat juga seperti kamu. Tiadalah kami alpakan sesuatu pun di dalam al-kitab, kemudian kepada rabb mereka dihimpunkan"
Anjing merupakan makhluk Allah dan banyak memberi manfaat kepada manusia. Terutamanya di dalam bab menjaga harta, keselamatan ternakan, tanaman dan lain2 lagi.
قال ابن المغفل: أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم بقتل الكلاب، ثم رخص في كلب صيد و كلب الغنم.
Ibnu Mughaffal telah berkata : Rasulullah صلى الله عليه وسلم memerintahkan supaya membunuh anjing anjing, kemudian beliau memberi kelonggaran bagi anjing buruan dan anjing menjaga kambing. Riwayat muslim.
حديث عدي بن حاتم، قال: قلت: يا رسول الله، إني أرسل كلاب المعلمة فيمسكن علي، و اذكر اسم الله عليه فقال: إذا أرسلت كلبك المعلم و ذكرت اسم الله عليه فكل.
قلت: و إن قتلن؟ قال : و إن قتلن ما لم يشركها كلب ليس معها.
Hadith adii bin haatim, dia berkata : aku telah berkata:
Wahai Rasulullah, aku telah melepaskan anjing anjing yang terlatih untuk berburu, anjing anjing tersebut membawa hasil buruan kepadaku, dan aku telah menyebut nama Allah padanya. Lalu Rasulullah mengatakan: apabila kamu telah melepaskan anjing buruan kamu yang terlatih dan telah menyebut nama Allah (Bismillah), maka makanlah.
Riwayat al-bukhori
dibolehkan memelihara anjing dengan syarat.
و أيما قوم اتخذوا كلبا ليس بكلب حرث أو صيد أو ماشية نقصوا من أجورهم، كل يوم قيراطا.
Dan mana2 orang yang memelihara anjing bukan kerana untuk menjaga harta atau berburu atau petunjuk jalan, maka akan dikurangkan pahalanya setiap hari dengan 1 qirath.
Riwayat ahmad, muslim.
Di dalam lafaz lain 2 qirath.
قال النووي : و أما القراط هنا فهو مقدار معلوم عند الله، و المراد نقص جزء من أجر عمله.
"Dan adapun qirath di sini, iaitu suatu kadar yang maklum disisi Allah. Dan yang dimaksudkan adalah kurang satu bahagian dari pahalanya."
bagi yang memelihara untuk tujuan keselamatan, menjaga tanaman, berburu dan yang berkaitan dengannya, tidak akan dikurangkan pahalanya.
" Dan adapun memelihara anjing anjing, maka dalam mazhab kami (mazhab asy-syaafi'i), bahawa haram memelihara anjing dengan tiadanya keperluan. Dan boleh memeliharanya kerana untuk berburu, pertanian dan untuk menjaga binatang peliharaan. Dan apakah boleh untuk menjaga rumah-rumah dan gerbang-gerbang dan yang seumpamanya? Dalam hal ini ada 2 pendapat, salah satunya tidak dibolehkan kerna menurut dzohir hadith2. Maka jelas larangannya kecuali untuk perkebunan, berburu atau menjaga ternakan. Dam qaul yang paling shohih adalah dibolehkan, kerana dikiaskan atas 3 perkara tersebut, dengan mengamalkan dengan illat yang difahami dari hadith2 tersebut iaitu kerana keperluan. Dan apakah boleh memelihara anak anjing dan mendidiknya untuk berburu, menjaga kebun atau menjaga ternakan? Padanya ada 2 pendapat dalam mazhab kami (mazhab asy-syaafi'i), yang shohih adalah dibolehkan. Syarah muslim (10/236).
kenajisannya?
3 golongan yang berbeza pendapat.
Golongan 1: keseluruhannya najis
Golongan 2: hanya jilatan/ air liur yang najis.
Golongan 3: suci keseluruhannya.
Ketiga tiga golongan berbeza dalam memahami hadith
طهور إناء أحدكم إذا ولغ فيه الكلب أن يغسله سبع مرات أولاهن بالتراب.
Benjana salah seorang daripada kalian adalah suci, apabila anjing menjilatnya (untuk minum), hendaklah dicuci sebanyak 7 kali, salah satinya dengan air tanah.
1. Ada yang mengatakan, bahawa cuci untuk satu bentuk penyingkiran najis/kotoran
2. Ada yang mengatakan ia adalah satu bentuk ta'abbudi ( satu bentuk ketaatan )
Wallahu'alam. Yang benar hanya lah dari Allah dan Rasulnya..
Berdasarkan hadith berburu. Yang mana Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengatakan :
إذا أرسلت كلبك وذكرت اسم الله عليه فكل.
Apabila kamu melepaskan anjing dan kamu telah membaca Bismillah maka makan lah.
"فكل"
Huruf ف di sini, menunjukkan
لترتيب و تعقيب
Tertib dan terus melakukannya.
Atau
ف للترتيب بالتصال
Menunjukkan tartib dan bersambung terus..
Di sini tidak menunjukkan perintah untuk menyucikannya. Seandainya ia najis, sudah pasti Rasulullah memerintahkannya untuk menyucikannya.
Berdasarkan hadith riwayat bukhori.
قال الزهري : إذا ولغ في إناء, ليس له وضوء غيره، يتوضأ به.
Az-Zuhri telah berkata: apabila anjing telah menjilat di dalam benjana, tidak ada air wuduk selain dari air itu, berwuduklah dengannya.
Anjing boleh dihukum najis hanya apabila ada keterangan dari Allah سبحانه وتعالى dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Tiada siapa yang boleh menajiskannya hanya kerana tidak masuknya malaikatyang didapati ada anjing di dalam rumahnya itu, kurang pahala 1 qirat, bukan juga disebabkan ada suruhan membunuhnya dan bukan juga kerana telah diwajibkan mencuci 7 kali.